Jakarta (ANTARA News)- Kabinet Israel telah menyetujui sebuah rancangan undang-undang yang mewajibkan semua warga non-Yahudi bersumpah setia kepada Israel sebagai sebuah 'negara Yahudi dan demokrasi'.
Langkah itu telah menyebabkan tuduhan diskriminasi terhadap warga Israel keturunan Arab. Salah seorang anggota kabinet Israel yang berbeda pendapat menyebut rancangan itu 'berbau fasis'.
Rancangan undang-undang itu pertama kali diusulkan oleh menteri luar negeri Israel yang berasal dari partai kanan, Avigdor Lieberman. Ia menjadikan isu kesetiaan pada negara sebagai cirikhas dari karir politiknya. Usulnya itu kemudian diterima oleh mayoritas anggota kabinet kecuali yang berasal dari Partai Buruh yang merupakan oposisi.
Sumpah setia akan diwajibkan kepada orang selain Yahudi yang ingin menjadi warga negara Israel, terutama bagi orang Palestina yang berasal dari Tepi Barat yang menikahi perempuan palestina yang telah menjadi warga negara Israel.
Meski harus mendapat pesetujuan dari dari Knesset, lembaga legislatif Israel, sebelum ditetapkan menjadi hukum, rancangan itu telah ditentang oleh warga arab Israel yang berjumlah 20 persen dari seluruh populasi negara itu. Menurut mereka rancangan itu provokatif dan rasis.
Warga Yahudi Israel juga menolak rancangan itu, termasuk beberapa yang menjadi anggota kabinet.
"Tercium aroma fasisme di pinggiran masyarakat Israel. Secara keseluruhan ini sangat mengganggu dan mengancam karakter demokrasi dari Israel. Kita sedang diterjang gelombang tsunami yang mengancam kebebasan... Kita akan membayar harga yang sangat mahal untuk ini,' kata Isaac Herzog, menteri urusan sosial Israel kepada radio angkatan bersenjata negara itu seperti yang dikutip Guardian, Senin (11/10).
Dalam pemiliha umum tahun lalu, Lieberman mengkampanyekan agar setiap orang Palestina yang menjadi warga Israel harus mengikhtiarkan sumpah setia.
"Menurut saya ini adalah kesempatan untuk melangkah ke depan. Jelas ini belum mengakhiri isu tentang kesetiaan bagi mereka yang menginginkan kewarganegaraan Israel. Tetapi ini adalah langkah yang penting," ujar Lieberman.
Selain oleh Lieberman, rancangan itu juga didukung oleh Perdana Menteri Benyamin Netanyahu.
"Israel adalah negara orang Yahudi dan negara demokratis tempat semua warga negara, baik Yahudi maupun non-Yahudi, menikmati hak yang setara... Siapa saja yang ingin bergabung harus mengakui kami," tegas Lieberman.
Sementara itu perwakilan Arab di Knesset terus menentang rencana itu dan menyebut pemerintah Israel sebagai abdi fasisme.
"Pemerintah Israel telah tunduk kepada Yisrael Beiteinu (Partai dari Lieberman) dan doktrin fasisnya," kata Ahmed Tibi seorang warga Arab duduk di kursi Knesset.
"Tidak ada satu negara pun di dunia ini yang akan memaksa warga negaranya atau mereka yang ingin menjadi warga negara setempat untuk bersumpah setia kepada satu ideologi tertentu,' sesal Tibi.
Ketua Knesset, Reuven Rivlin, juga mengutuk rancangan itu.
"Hukum itu tidak akan membantu kita sebagai sebuah masyarakat maupun negara," tegas Rivlin.
"Sebaliknya akan mempersenjatai musuh dan lawan kita di dunia untuk mendukung separatisme dan bahkan menggunakan isu rasisme di dalam Israel," ucap Rivlin.
Anggota Partai Likud, partai Benyamin Netanyahu, seperti Dan Meridor, Benny Begin, dan Michael Eitan menolak rancangan undang-undang itu.
"Kenanglah hari ini. Ini adalah hari ketika Israel mengubah karakternya. Mulai sekarang kita akan hidup dalam negara yang secara resmi etnokratis, teokratis, nasionalistik, dan sekaligus rasis," sindir Gideol Levy, seorang tokoh liberal Israel, dalam artikelnya yang dimuat di harian Haaretz.
Langkah itu telah menyebabkan tuduhan diskriminasi terhadap warga Israel keturunan Arab. Salah seorang anggota kabinet Israel yang berbeda pendapat menyebut rancangan itu 'berbau fasis'.
Rancangan undang-undang itu pertama kali diusulkan oleh menteri luar negeri Israel yang berasal dari partai kanan, Avigdor Lieberman. Ia menjadikan isu kesetiaan pada negara sebagai cirikhas dari karir politiknya. Usulnya itu kemudian diterima oleh mayoritas anggota kabinet kecuali yang berasal dari Partai Buruh yang merupakan oposisi.
Sumpah setia akan diwajibkan kepada orang selain Yahudi yang ingin menjadi warga negara Israel, terutama bagi orang Palestina yang berasal dari Tepi Barat yang menikahi perempuan palestina yang telah menjadi warga negara Israel.
Meski harus mendapat pesetujuan dari dari Knesset, lembaga legislatif Israel, sebelum ditetapkan menjadi hukum, rancangan itu telah ditentang oleh warga arab Israel yang berjumlah 20 persen dari seluruh populasi negara itu. Menurut mereka rancangan itu provokatif dan rasis.
Warga Yahudi Israel juga menolak rancangan itu, termasuk beberapa yang menjadi anggota kabinet.
"Tercium aroma fasisme di pinggiran masyarakat Israel. Secara keseluruhan ini sangat mengganggu dan mengancam karakter demokrasi dari Israel. Kita sedang diterjang gelombang tsunami yang mengancam kebebasan... Kita akan membayar harga yang sangat mahal untuk ini,' kata Isaac Herzog, menteri urusan sosial Israel kepada radio angkatan bersenjata negara itu seperti yang dikutip Guardian, Senin (11/10).
Dalam pemiliha umum tahun lalu, Lieberman mengkampanyekan agar setiap orang Palestina yang menjadi warga Israel harus mengikhtiarkan sumpah setia.
"Menurut saya ini adalah kesempatan untuk melangkah ke depan. Jelas ini belum mengakhiri isu tentang kesetiaan bagi mereka yang menginginkan kewarganegaraan Israel. Tetapi ini adalah langkah yang penting," ujar Lieberman.
Selain oleh Lieberman, rancangan itu juga didukung oleh Perdana Menteri Benyamin Netanyahu.
"Israel adalah negara orang Yahudi dan negara demokratis tempat semua warga negara, baik Yahudi maupun non-Yahudi, menikmati hak yang setara... Siapa saja yang ingin bergabung harus mengakui kami," tegas Lieberman.
Sementara itu perwakilan Arab di Knesset terus menentang rencana itu dan menyebut pemerintah Israel sebagai abdi fasisme.
"Pemerintah Israel telah tunduk kepada Yisrael Beiteinu (Partai dari Lieberman) dan doktrin fasisnya," kata Ahmed Tibi seorang warga Arab duduk di kursi Knesset.
"Tidak ada satu negara pun di dunia ini yang akan memaksa warga negaranya atau mereka yang ingin menjadi warga negara setempat untuk bersumpah setia kepada satu ideologi tertentu,' sesal Tibi.
Ketua Knesset, Reuven Rivlin, juga mengutuk rancangan itu.
"Hukum itu tidak akan membantu kita sebagai sebuah masyarakat maupun negara," tegas Rivlin.
"Sebaliknya akan mempersenjatai musuh dan lawan kita di dunia untuk mendukung separatisme dan bahkan menggunakan isu rasisme di dalam Israel," ucap Rivlin.
Anggota Partai Likud, partai Benyamin Netanyahu, seperti Dan Meridor, Benny Begin, dan Michael Eitan menolak rancangan undang-undang itu.
"Kenanglah hari ini. Ini adalah hari ketika Israel mengubah karakternya. Mulai sekarang kita akan hidup dalam negara yang secara resmi etnokratis, teokratis, nasionalistik, dan sekaligus rasis," sindir Gideol Levy, seorang tokoh liberal Israel, dalam artikelnya yang dimuat di harian Haaretz.
0 komentar:
Posting Komentar
KOMENTAR ANDALAH YANG KAMI BUTUHKAN.